Bakmi legendaris ini tampaknya wajib diziarahi oleh pencinta bakmi. Karena keberadaannya yang sudah sangat lama dan bisa jadi peninggalan sejarah dan cagar budaya.
Suasana di sini tampaknya berbeda dengan beberapa tahun lalu, dimana pengunjung tampak lebih cuek dan kasar. Namun tadi rombongan trip mendapat kemurahan hati dua tante yang memberikan kursinya supaya kita bisa duduk bareng. Mungkin karena kehidupan sudah membaik.
Buat saya mi aboen itu sudah bukan sekedar nikmat secara rasa saja, tapi sudah sampai taraf experience dan nostalgia. Boleh dibilang sejak beberapa tahun lalu saat saya terakhir ke sini, rasanya tampak ada peningkatan. Mungkin karena mereka lebih bahagia.
Berada di pasar baru itu seperti memasuki dimensi waktu yang bergerak lebih lambat dibanding sudut ibukota yang lain. Dan mengunjungj bakmi Aboen yang tersembunyi di belakang Bakmi Gang Kelinci sudah seperti berziarah.
Soal rasa, memang masih banyak yang berdebat kalau bakmi Sui Sen lebih enak. Bukan berarti Bakmi Aboen ga enak juga, hanya memang setiap orang punya pendapat berbeda dan ada baiknya kita coba semua.
mie nya ya enak aja sih menurut gue. tapi Eric bener, lebih ke nostalgianya. dulu sering kesini ama keluarga, brunch setelah gereja. ga tau lidah gue lagi ga bener ato gimana, kemarin rasanya agak keasinan sih. tapi baso gorengnya enak… 1 mangkok bisa bikin kenyang sampe malem!!!
Warsono says:
Wah ternjata sudah dibahas di sini. Rupanja masalah edjaan. Saja tjari dengen kata kuntji “Abun” ternjata yang bener memang harus pakai Edjaan Soewandi dari masa sebeloem Orde Baroe berkwasa.
Bakmi01 says:
Bakmi Aboen itu lokasi Trip pertama kita. 🙂 kalo yg ejaannya baru ada di Kelapa Gading ya.